Salah satu bukti kecintaan kita terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah dengan mengambil pelajaran dari perjalanan hidup beliau (sirah nabawiyah). Sirah nabawiyah mencakup perjalanan sebelum beliau diangkat menjadi rasul maupun setelahnya, memuat seluruh peristiwa kehidupan beliau, beserta sifat fisik dan akhlak dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Manfaat memelajarinya & keimanan kepada Rasulullah
Sirah nabawiyah penting untuk dipelajari karena mengandung suri teladan utama dalam menjalani kehidupan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya):
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al Ahzab : 21).
Manfaat lain memelajarinya adalah untuk menumbuhkan kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kecintaan tersebut termasuk bagian dari mengimani Rasulullah.
Agar iman kita sempurna, maka rasa cinta kepada Rasulullah harus melebihi kecintaan kita kepada diri sendiri, keluarga, dan seluruh manusia. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam hadits berikut:
“Tidaklah beriman dengan sempurna seorang dari kalian hingga aku lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.” (H.R. Bukhari).
Mari kita tumbuhkan rasa cinta kita kepada beliau dengan menyimak sedikit pembahasan tentang sirah nabawiyah Rasul kita yang tercinta, terutama tentang kelahirannya, nasab, dan keluarganya.
Tanggal Lahir
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan di permulaan tahun terjadinya peristiwa gajah yang hendak menyerbu Mekkah (tahun gajah). Hari kelahiran Rasul telah disepakati oleh para ulama, yaitu hari Senin. Hal ini telah dijelaskan ketika Nabi ditanya mengapa berpuasa pada hari Senin:
“Karena hari Senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana aku diutus atau wahyu turun kepadaku.” (H.R. Muslim).
Ada pun untuk tanggal kelahirannya, terdapat perselisihan yang kuat di antara para ulama. Ada yang mengatakan bahwa beliau lahir tanggal 2 Rabiul Awwal, tanggal 10 Rabiul Awwal, tanggal 12 Rabiul Awwal.
Sedangkan para ahli falak berpendapat bahwa hari kelahiran beliau adalah pada tanggal 9 Rabiul Awwal yang bertepatan pada tanggal 20 atau 22 April 571 Masehi (Tahun Gajah) (Lihat Al Bidayah Wan Nihayah dan Ar Rahiqul Makhtum).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada dalil kuat yang menyebutkan tanggal lahir Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang disepakati para ulama bersepakat adalah hari lahirnya, yaitu hari Senin.
Oleh karena itu, perayaan tanggal 12 Rabiul Awal sebagai hari lahirnya Nabi atau Maulid Nabi merupakan perayaan yang tidak tepat, karena tanggal lahirnya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih belum diketahui secara pasti.
Selain itu, perayaan hari lahirnya Nabi tidak ditemukan pada masa Nabi, pada masa para sahabat dan pada masa para tabi’in, sehingga beberapa ulama seperti Ibnu Taimiyyah dan Asy Syaukani rahimahumullah menyatakan bahwa perayaan hari lahir nabi merupakan perkara yang baru yang munkar dan tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, para sahabat, atau pun para tabi’in.
Tahun kelahiran Nabi
Adapun tahun kelahiran Nabi disebut dengan tahun gajah karena pada tahun tersebut terdapat peristwa gajah, yaitu hancurnya tentara bergajah yang dipimpin oleh Abrahah yang hendak menyerang Ka’bah.
Abrahah yang merupakan seorang gubernur yang berkuasa di Yaman dari Najasy hendak menyerang dan menghancurkan Ka’bah dengan maksud untuk mengalihkan pusat kegiatan haji ke gereja yang dibangunnya di wilayah Shan’a.
Namun, Allah Ta’ala mencegah hal tersebut dengan menghancurkan tentara gajah Abrahah di wilayah Wadi Muhasshir (tempat di antara Muzdalifah dan Mina) dengan mengirim burung-burung ababil di atas mereka dan menjatuhkan batu-batu dari tanah yang panas sehingga tentara Abrahah hancur dan mati.
Namun tidak semuanya terkena batu-batu itu, beberapa mati dikarenakan ditabrak yang lain pada saat ingin melarikan diri dan banyak yang terinjak injak dan kemudian mati berserakan.
Adapun untuk Abrahah sendiri, Allah mengirim penyakit kepadanya, sehingga sendi-sendi tulangnya lepas sendiri dan setibanya Abrahah di Shan’a, dadanya terbelah hingga terlihat jantungya lalu dia pun mati.
Peristiwa ini terjadi sekitar 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu sekitar awal bulan Maret tahun 571 Masehi. Hal ini merupakan salah satu peristiwa yang menjadi bukti pendukung kerasulan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Ar Rahiqul Makhtum hal. 45).
Keluarga, Nasab, dan Kehidupan Awal
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir di keluarga Bani Hasyim. Beliau memiliki nasab (silsilah) sebagai berikut : Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikan bin ilya bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan dan seterusnya sampai kepada Nabi Isma’il dan Ibrahim ‘alaihimassalaam (Ar Rahiqul Makhtum hal. 40).
Hasyim bin Abdu Manaf (kakek buyut beliau) merupakan orang yang memegang urusan air minum dan makanan dari Bani Abdu Manaf. Beliau orang pertama yang memberikan roti bercampur kuah kepada orang-orang yang menunaikan haji. Nama asli beliau ialah Amru dan beliau dipanggil Hasyim karena suka meremukkan roti. Beliau sendiri merupakan orang kaya yang terhormat.
Abdul Muthallib merupakan putra dari Hasyim dan merupakan kakek Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau yang mengasuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga wafat saat umur Rasulullah delapan tahun lebih. Nama asli Abdul Muthallib ialah Syaibah. Beliau disebut Abdul Muthallib dikarenakan saat beliau dibonceng oleh pamannya yaitu Al Muthallib, beliau disangka sebagai pembantunya.
Abdullah adalah ayah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah anak yang paling bagus dan paling dicintai oleh ayahnya, yaitu Abdul Muthallib. Abdulllah dinikahkan oleh bapaknya dengan Aminah binti Wahb bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab.
Saat itu, beliau merupakan wanita paling terpandang di kalangan Quraisy baik dari segi keturunan maupun kedudukan. Ayah dari Aminah merupakan pemuka Bani Zuhrah. Abdullah meninggal dunia sebelum Rasulullah dilahirkan saat singgah di Madinah dalam keadaan sakit. Umur beliau saat itu 25 tahun.
Setelah Aminah melahirkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkabar kepada Abdul Muthallib. Kemudian Abdul Muthallib memilih nama “Muhammad” baginya.
Wanita yang pertama menyusui beliau setelah ibundanya ialah Tsuwaibah. Setelah itu, beliau disusui oleh Halimah bin Abu Dzu’raib dari kalangan Bani Sa’ad, sesuai dengan tradisi bangsa Arab.
Saat menyusui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Halimah merasakan keberkahan yang dibawa beliau yaitu salah satunya seekor onta yang sudah tua dan tidak bisa lagi diambil susunya walau setetes tiba tiba air susunya penuh. Nabi Muhammad disusui dan diasuh oleh Bani Sa’ad sampai berumur empat atau lima tahun, yang mana saat itu terjadi peristiwa pembelahan dada beliau.
Karena Halimah merasa khawatir terhadap keselamatan Nabi Muhammad setelah peristiwa itu, beliaupun mengembalikan Nabi Muhammad kepada ibunya yaitu Aminah. Nabi Muhammad hidup bersama ibunya sampai berumur enam tahun. Setelah ibunya wafat di Abwa (daerah antara mekkah dan madinah), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diasuh oleh kakeknya (Lihat Ar Rahiqul Makhtum).
Hikmah yang dapat dipetik
Beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari sejarah sirah nabawiyah ini di antaranya:
- Nasab Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah dijagaoleh Allah Ta’ala sebelum beliau lahir, sehingga beliau merupakan keturunan orang yang baik-baik.
- Sebelum beliau lahir, terdapat peristiwayang menjadi bukti pendukung kerasulan beliau.
- Beliau dilahirkan dalam keadaan yatimagar bisa menghibur anak yatim lainnya di setiap zaman dan tempat, bahwa menjadi yatim bukanlah musibah.
Demikian secuplik dari Sirah Nabawiyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat dibahas pada kesempatan kali ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menumbuhkan rasa cinta kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta dapat memotivasi para pembaca untuk dapat memelajari dan mengamalkan Sirah Nabawiyah nabi kita yang tercinta shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah menjadikan kita orang yang ikhlas. Wallahu A’lam.
Penulis: David Erlangga C. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Murojaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.